|
Tidak, sesungguhnya tulisan ini tidak banyak berbeda maksud dengan tulisanku sebelumnya. Mungkin hanya beda judul saja. Jika sebelumnya saya menuliskan tentang “sabar,” maka kalo ini “toleransi” yang mendapat giliran untuk saya cantumkan dalam koleksi tulisan di blog tempat aku menuangkan pikiranku. Dan semoga, kamu tidak bosan – bosan membaca tulisanku yang begitu – begitu saja. Toleransi, sebuah kata yang memiliki aura positif sangat kuat. Mudah diucapkan, namun pada kenyataannya tidak semudah dilakukan oleh banyak manusia yang hidup dalam berbagai perbedaan – perbedaan. Katanya, entah mengacu pada siapa atau literatur apa, sebut saja Kitab Suci yang diturunkan Tuhan atau teori tentang kemanusiaan hasil pemikiran seseorang, Tuhan menciptakan manusia dengan berbagai aspek perbedaan : tanah air, suku, ras, agama, kebangsaan, garis keturunan, strata ekonomi, tingkat Pendidikan, dan lain sebagainya, agar manusia belajar untuk saling memahami dan menerima perbedaan masing – masing, belajar menghargai sesuatu yang berbeda dari apa yang mereka miliki, dan membagi apa yang mereka miliki kepada sesamanya, karena manusia memang diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, bukan makhluk soliter yang menghidupkan dirinya sendiri tanpa afeksi dengan manusia lain. Ya, kita semua secara sadar atau tidak, mengakuinya atau enggan mengakuinya, sudah digariskan oleh Tuhan untuk bertemu dengan banyak manusia yang memiliki banyak perbedaan dengan kita pula. Dan pada kenyataannya, sudah terjadi banyak konflik antar sesama manusia dengan alasan “perbedaan,” padahal semua konflik itu bermula dari ketidakmampuan manusia mentoleransi perbedaan – perbedaan yang mereka temukan pada sesamanya. Alangkah naifnya manusia, yang seringkali menggunakan idealisme “toleransi terhadap keberagaman” untuk menyatukan sesamanya demi satu tujuan bersama, namun dalam kehidupan sehari – hari manusia juga berkonflik satu sama lain hanya karena satu dan beberapa perbedaan, padahal akar masalahnya selalu sama : Kegagalan dalam memberikan toleransi terhadap perbedaan yang ada pada manusia lain. Di saat yang berbeda, manusia telah diberikan banyak kesempatan untuk belajar mengelola konflik dan menyikapi perbedaan agar konflik dan perang yang mungkin terjadi dalam kehidupannya bisa ditekan seminim mungkin. Detik ini, pada saat aku menuliskan catatan ini pun, aku juga termasuk ke dalam bagian dari mereka yang masih bergelut dalam proses menjadi (lebih) toleran terhadap mereka yang berbeda denganku, baik mereka yang bertemu denganku karena suatu kepentingan sesaat, hingga dengan mereka yang paling dekat dalam kehidupan dan hatiku saat ini. Aku tahu bahwa proses mempelajari perbedaan dan mentoleransi perbedaan itu bukan hanya tidak mudah, tapi juga tidak ada batasannya, karena justru pada saat aku menyatakan diriku “sudah toleran,” maka Tuhan pasti akan memberikan ujian padaku yang menunjukkan bahwa tingkat toleransiku masih sangat jauh dari baik. Lantas, sampai sejauh mana kemampuan manusia dalam bertoleransi diuji oleh Tuhan? Mungkin sampai batas kemampuan kita berkorban untuk sesama, dan sampai akhir hayat kita tiba nanti. Saat jiwa kita telah pergi meninggalkan alam hidup dunia ini, itulah waktu kita bisa melihat seberapa besar kekuatan kita untuk memberikan arti kepada manusia – manusia yang berada di sekitar kita. Categories
0 Comments
Leave a Reply. |
Aditya RenaldiKolom tempat saya bercerita, mendongeng, berbagi. Tempat kita saling mengenal dan berkomunikasi. Archives
January 2025
Categories |