|
Menjelang mengakhiri sebuah tahun, ada baiknya menjadikan tahun ini sebagai kaleidoskop kehidupan seperti apa yang kita jalani. Apakah kita menjalani hidup selama satu tahun dengan banyak arti untuk diri kita sendiri dan orang lain, atau hanya melalui hidup seperti angin semilir yang lekas dilupakan orang begitu saja. Manusia hidup untuk sebuah atau beberapa tujuan. Adalah mustahil Tuhan menciptakannya hanya untuk hidup tanpa hakikat atau hanya dengan makan – minum dan tidur saja. Manusia, adalah makhluk yang teristimewa diantara makhluk ciptaan – Nya yang lain. Ia eksis di muka bumi tidak hanya untuk menikmati apa yang ada di alam, namun dapat mengubah kondisi dan bentuk alam itu, bahkan menentukan akan jadi seperti apa bumi ini. Dan, satu cara terbaik untuk membuktikan kegunaan diri kita sendiri di muka bumi ini adalah dengan bekerja. Melayani manusia lain dengan memberikan apapun yang kita miliki adalah cara paling sahih untuk menemukan arti hidup kita sendiri. Maka, tidak perlu bertopang dagu dan merenung dalam kesendirian untuk menemukan arti eksistensi kita. Masih ingatkah kita di masa kecil dulu, kita seringkali berimajinasi menjadi apapun ketika kita dewasa nanti. Ada saja profesi orang dewasa yang menjadi alasan bagi kita untuk lekas tumbuh dewasa, belajar dengan tekun, bekerja keras dan kreatif, dan berusaha mencari cara untuk mendapatkan profesi yang kita dambakan. Memang tidak semua manusia memperoleh impian kerja pada masa kecilnya, namun bagi manusia yang memperoleh profesi sesuai dengan impian masa kecilnya atau mendekati impiannya sekalipun, melayani sesama manusia terkadang menjadi sesuatu yang menjengkelkan hingga perlahan menyeret pada keputusasaan. Tak peduli apapun peran seorang manusia dalam sistem kehidupan sosial yang sedang bekerja pada saat ini, ada banyak hal yang membuat manusia merasa tidak nyaman dengan peran mereka : Rekan yang bersikap tidak simpatik, klien yang hanya memikirkan keuntungan sendiri, petinggi yang tidak memperhatikan anak buah dan hanya terobsesi pada sasaran pribadi, sistem kerja yang tidak teratur, beban kerja yang melampaui batas kemampuan kerja pegawai, kompensasi yang diterima kurang atau tidak mencukupi kebutuhan hidup, dan apapun itu, semuanya menjadi alasan manusia untuk mengeluh. Ada beberapa masalah yang bisa dihadapi, namun sebagian masalah bagi sebagian orang membuat mereka mempertanyakan apakah mereka sudah berperan pantas di tempat mereka bekerja sekarang. Sistem dan kompensasi yang diterima seseorang dalam bekerja mungkin bisa diselesaikan dengan perubahan di tempat bekerja atau mencari tempat bekerja baru, namun menghadapi manusia dari berbagai asal dan karakter mustahil bisa dihindari di tempat kerja manapun. Manusia tidak akan bisa memilih orang – orang yang akan bekerjasama dengannya di suatu tempat, sekalipun ia berprofesi sebagai wirausaha yang tentu saja membutuhkan rekan kerja untuk mendukung inovasi, ide, dan modalnya menjadi suatu usaha yang menghasilkan keuntungan. Manusia mau tidak mau harus menerima orang lain sebagai rekan kerja tanpa memandang mereka seperti apa dan dari latar belakang seperti apa mereka berasal. Itu adalah sebuah keniscayaan. Oleh karena itu, siapapun kita perlu bertoleransi terhadap manusia seperti apapun dalam menjalankan peran mengabdi kepada manusia lain, seperti halnya kita sebagai manusia perlu bertoleransi terhadap perbedaan identitas sosial, suku, ras, dan agama yang melekat pada orang – orang di sekitar kita. Akan tetapi, ketika kita telah berada pada posisi dimana toleransi itu mencapai batasnya, kita akan menghadapi kondisi dimana harus memilih apakah harus berjuang membalikkan keadaan agar kita berada pada posisi mampu melawan orang yang menjadi lawan konflik, bersikap menerima keadaan dengan menjalankan peran di bawah tekanan lawan konflik, atau justru memilih menyerah dan mencari peran baru di tempat lain. Pilihan kedua dan ketiga, jika dipikirkan sekilas maka akan terasa menjadi pilihan paling mudah. Sayangnya, kedua pilihan tersebut bukanlah tindakan yang bijaksana apabila kita lakukan. Agaknya kita memilih untuk menjadi manusia yang kalah apabila tidak memiliki intens untuk melawan dan melakukan perubahan terhadap apa yang jelas dia saksikan adalah sebuah kesalahan. Keamanan dan kenyamanan mungkin bisa diperoleh, namun sesungguhnya hal tersebut semu dan kelak akan membawa kita pada masalah yang lebih rumit. Dan tidakkah harga diri kita terasa diinjak apabila harus tunduk pada kesalahan yang diteruskan berulang – ulang, kesewenang – wenangan, arogansi satu orang atau kelompok, dan kepura – puraan yang dikemas dalam keramahtamahan palsu. Meskipun pilihan pertama tidak membuatmu aman dan nyaman pada awalnya, tapi percayalah dengan mencoba melakukan suatu resistensi dan perubahan, kita akan melalui proses menuju penemuan akan arti eksistensi kita sendiri serta mengembalikan apa yang sesungguhnya kita tuju pada awal kita memulai peran dalam suatu profesi. Tidak ada seorang bernalar sehat yang menolak opini bahwa kehidupan yang sesungguhnya dimulai pada saat manusia keluar dari zona nyamannya. Hidup tidak melulu tentang harmoni, tapi juga tentang perlawanan, bagaimana seharusnya kita mengatakan tidak pada sesuatu yang jelas tidak benar dan tidak pantas untuk dibenarkan pula. Semoga di tahun yang baru kelak, ada sesuatu yang berubah dari diri kita. Sebelum melakukan revolusi apa yang sedang terjadi dalam kehidupan kita, mulailah revolusi dari diri kita sendiri. Categories
0 Comments
Leave a Reply. |
Aditya RenaldiKolom tempat saya bercerita, mendongeng, berbagi. Tempat kita saling mengenal dan berkomunikasi. Archives
January 2025
Categories |