|
Manusia itu hidup dengan khitah diciptakan berpasang – pasangan, dan realitanya memang demikian. Tidak ada seorang manusia pun yang dapat tumbuh berkembang tanpa didampingi oleh seseorang yang baginya istimewa. Manusia tidak dapat mengingkari satu khitahnya yang ini, apabila ia ingin menjalani hidup sewajarnya sebagai manusia dan tidak ingin mengakhiri hidupnya dalam keadaan sendiri. Kultur masyarakat di zaman dahulu maupun sekarang, sesungguhnya tidak pernah berubah. Mencintai seseorang dari lawan jenis harus diwujudkan dalam sebuah momen yang disebut pernikahan. Tanpa dieksekusi dengan pernikahan, sebuah hubungan cinta tidak akan memiliki arti di mata masyarakat. Tidak ada yang salah dari kultur tersebut, karena rasa cinta sendiri hanyalah bagian kecil dari proses yang dijalani manusia untuk bereproduksi dan mempertahankan eksistensi manusia di bumi yang hanya ada satu ini. Kalau saja sebuah hubungan cinta antar manusia sesederhana hubungan seksual organisme lain yang ada di bumi, tentu tidak ada masalah yang akan terjadi dalam peradaban manusia. Namun sayangnya, hubungan cinta yang dialami manusia tidaklah sesederhana itu, karena rasa cinta yang ada dalam manusia berbeda dengan rasa cinta yang dimiliki makhluk hidup lain. Jika makhluk hidup lain memiliki rasa cinta hanya karena semata untuk memenuhi hasrat seksual dan kemudian melakukan reproduksi untuk mempertahankan spesiesnya, rasa cinta yang dimiliki manusia itu jauh lebih rumit. Rasa itu tidak semata – mata lahir hanya untuk memenuhi hasrat seksual. Cinta manusia tumbuh karena adanya ego dalam diri manusia. Cinta yang dimiliki seorang manusia bisa jadi merupakan perwujudan hasrat manusia yang lain : Kekuatan, kemakmuran, kekuasaan, kecerdasan, kebaikan atau kejahatan. Benar tidaknya alasan seorang manusia mencintai manusia yang lain, mungkin nilainya relatif. Tapi bukan nilai benar atau salahnya alasan seseorang mencintai seorang lawan jenisnya yang dikemukakan di secarik tulisan ini, melainkan apa alasan kita sendiri dalam hal mencintai seseorang. Seseorang yang membuat kita menjadi terobsesi untuk memilikinya. Bagaimana cara kita memperoleh cinta, itulah hal yang seringkali diabaikan oleh manusia untuk memiliki seseorang yang katanya, menjadi alasannya terobsesi oleh perasaan cinta. Tidaklah salah apabila manusia memilih alasan untuk mencintai seseorang dengan sungguh -sungguh, kemudian menjadikannya sebagai dasar untuk melanggengkan hubungan dengan orang yang ia cintai melalui pernikahan. Pernikahan adalah fitrah bagi semua manusia, tidak ada satu pun ajaran ilmu pengetahuan, moral, agama, budaya, dan adat istiadat yang melarang terjadinya pernikahan. Justru sebaliknya, pernikahan menjadi sebuah keharusan dalam setiap aturan dari sudut pandang ilmu, budaya dan agama apabila sepasang manusia yang berbeda gender tersebut sudah dipandang mampu untuk menikah. Sayangnya, di dalam masyarakat yang terlalu mengagungkan pernikahan sebagai sesuatu yang sakral dalam proses kehidupan manusia, seringkali proses terjadinya rasa cinta antar manusia menjadi sesuatu yang dikesampingkan, tidak dilihat alurnya. Asalkan seorang pria dan seorang wanita memutuskan untuk melanjutkan hubungan istimewanya dan keluarga dari pasangan tersebut sepakat untuk menikahkan anaknya, maka pernikahan pun dilangsungkan dengan selebrasi yang seringkali diadakan meriah namun seakan kurang bermakna. Asalkan hubungan keduanya diakui oleh masyarakat di sekitar pasangan tersebut berada, maka sudah sewajibnya pernikahan dilaksanakan. Begitu saja. Kalau benar begitu, sayang sekali, padahal seharusnya hubungan kasih dan cinta antara pria dan wanita bermakna lebih dari itu. Rasa cinta itu, mungkin memang bisa lahir begitu saja pada diri seseorang, namun seperti halnya sesuatu yang cepat datang maka kemungkinannya cepat menghilang pun besar, rasa cinta yang muncul seharusnya bisa dijaga dan dikembangkan dalam diri seseorang dengan sebaik – baiknya. Sebelum rasa cinta itu meredup seperti cahaya kembang api yang lekas menghilang setelah bersinar di tengah kegelapan langit, manusia yang sedang naik hasrat cintanya perlu tetap menjaga rasionalitasnya. Ia memang perlu mendekati dan mengenal sedalam mungkin seseorang yang ia cintai, namun penting juga untuk tetap menjaga jarak dengannya, karena sesungguhnya pada saat ini ia masih berada pada posisi ketidakpastian hubungan antara dirinya sendiri dengan seseorang yang dikasihinya. Sambil pelan – pelan memahami karakter aslinya, latar belakangnya, masa depan seperti apa yang dicita – citakan, dan apapun yang ada dan dimiliki oleh seseorang yang berpotensi menjadi pasangan hidupnya itu, manusia akan mengalami proses untuk mencintai lebih dalam pada pasangannya, dan yang tidak akan mungkin luput darinya adalah belajar mensyukuri segala kelebihan yang dimiliki pasangannya serta belajar menerima kekurangannya. Dan kemudian, rasa mencintai ada pada masing – masing pasangan akan bereaksi sesuai dengan respon yang diterima dan bagaimana kepribadian masing – masing menentukan respon balik dari mereka, dan pada akhirnya membawa mereka untuk menentukan hasil akhir dari hubungan mereka : Cukup menjadi sepasang manusia yang pernah saling mengenal satu sama lain, terlepas dari bagaimana mereka mengakhiri proses mencintainya dengan perpisahan yang baik – baik atau menyakitkan hati satu sama lain, atau menjadi sepasang manusia yang melanjutkan hubungan istimewanya ke jenjang yang sakral dan diakui masyarakat. Itu saja. Dalam beberapa kasus hubungan cinta yang telah dilanggengkan melalui pernikahan, ada beberapa pasangan yang melalui proses memelihara pernikahannya dengan tidak mulus, bahkan sebagian lagi berakhir dengan perceraian atau diakhirnya hubungan pernikahan antara mereka, yang tentu saja terasa sangat tidak menyenangkan. Dari kasus perceraian tersebut, mungkin sebagian diantaranya akibat dari proses mencintai yang amat terburu – buru, tanpa memberikan atensi yang cukup terhadap perbedaan karakter pasangan yang akan dinikahi pada fase hubungan pra – pernikahan, sehingga ketika hubungan cinta yang dibangun tanpa dasar saling memahami satu sama lain yang kuat itu kehilangan reaksi intimnya, manusia akan terjebak dalam keputusasaan dan muncul keinginan untuk mengakhiri hubungan cinta yang terlanjur dibangunnya itu. Di sebagian kasus pernikahan yang tidak berjalan dengan harmonis, adat dan tradisi masyarakat yang keras seperti mengharamkan terjadinya perceraian membuat hubungan cinta menjadi hambar, dan pernikahan terkesan menjadi sesuatu yang dijalani karena mandat dari orang lain semata, bukan karena ketulusan antara pria dan wanita yang sejati. Sayang sekali, apabila manusia hidup tanpa memiliki rasa gairah, semangat, itikad dan ketulusan dari sesuatu yang telah ia pilih dan jalankan, termasuk dalam hal pernikahan. Cinta itu menarik, sakral, menguji kekekalan, dan memiliki unsur ajaibnya sendiri. Hubungan cinta yang dilanggengkan dengan pernikahan, mestinya cukup dilalui sekali oleh manusia dimanapun dan kapanpun. Menjalani proses mencintai, semoga menjadi sesuatu yang tidak pernah diabaikan oleh kita, yang pada hari sedang dalam perjalanan mencari dan menemukan seseorang yang istimewa untuk kita sendiri. Categories
0 Comments
Leave a Reply. |
Aditya RenaldiKolom tempat saya bercerita, mendongeng, berbagi. Tempat kita saling mengenal dan berkomunikasi. Archives
January 2025
Categories |