|
Ada satu kalimat sederhana tentang emosi manusia yang berkata “sabar itu ada batasnya.” Benar, manusia memang diciptakan memiliki kesabaran sesuai kadarnya masing – masing, dan cara manusia menjaga kesabarannya pun tak ada yang benar – benar sama dalam menghadapi situasi sosial yang mengocok emosi mereka. Hampir semua manusia yang menggunakan akal pikir yang rasional mengakui bahwa manusia yang baik memiliki kesabaran yang tinggi, tidak mudah tersulut emosinya, adalah mereka yang diakui “orang baik,” baik dari sudut pandang moral, agama, kode etik profesi, atau apapun yang menjadi pedoman manusia. Kenyataannya, sabar bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan seperti mengucapkannya pada orang lain. Betapapun tebalnya keimanan dan keteguhan hati seorang manusia, suatu saat ia pasti akan dihadapkan pada tekanan yang melampaui batas kesabarannya, hingga membuat orang yang biasanya terlihat sebagai pendiam di mata orang lain, tiba – tiba menjadi sosok yang emosional bagaikan gunung vulkanik yang meletus di tengah – tengah damainya alam pegunungan. Kesabaran itu mahal, dan tidak bisa diajarkan dalam institusi pendidikan apapun, tapi setiap manusia memiliki kesabaran dengan cara melatih emosinya dalam berbagai situasi sosial yang mereka hadapi sehari – hari. Dimulai dari hal – hal sederhana di bawah atap rumah sendiri, menghadapi anak dan pasangan yang berselisih paham dengan kita, menghadapi rekan kerja dan atasan yang memberikan tekanan atau perbedaan idealisme di kantor, menghadapi persaingan dengan rekan belajar di sekolah atau kampus, menghadapi rekan bisnis yang hanya memikirkan keuntungan sendiri, hingga berada di bawah tekanan dari mereka yang memusuhi kita. Ketika kita bisa menguasai diri dari emosi meledak, terkadang kita sudah merasa menjadi seseorang yang penyabar, namun akan ada saatnya kita tidak sanggup lagi menahan emosi dan ego hingga akhirnya kita menunjukkan ekspresi ketidaksabaran dalam bentuk marah, dengki, tangis, dan cemburu. Di saat itulah kita hendak mengakuinya atau tidak, bahwa tingkat kesabaran kita baru sampai di situ saja. Hanya sampai di batas itukah kesabaran kita? Tidak, bukannya “hanya sebatas itu,” tapi manusia bisa memperluas batas kesabarannya lebih jauh lagi dengan bersikap ikhlas menerima kegagalan, tidak terlalu merasakan kejadian tidak mengenakkan yang sudah berlalu,dan memaafkan kesalahan yang orang lain lakukan kepada kita. Kesabaran manusia itu memang ada batasnya, tapi bila manusia bisa memperluas batas kesabarannya sepanjang kehidupan yang dijalaninya, maka seharusnya yakin dan percayalah kelak ia akan memperoleh impian yang lebih besar, arti eksistensi diri yang lebih dirasakan oleh banyak orang di sekitarnya, dan prestasi yang lebih besar baginya. Dan semoga, kamu termasuk salah satu dari mereka yang tidak pernah enggan memperluas batas kesabarannya Categories
0 Comments
Leave a Reply. |
Aditya RenaldiKolom tempat saya bercerita, mendongeng, berbagi. Tempat kita saling mengenal dan berkomunikasi. Archives
January 2025
Categories |