|
Di tengah – tengah keramaian yang diciptakan oleh manusia – manusia yang berekspresi langsung dengan sesamanya, seringkali keheningan seseorang dianggap suatu anomali atau abnormalitas, sesuatu yang dianggap tidak sesuai dengan kebiasaan banyak orang bahkan sebaiknya dinetralisir dari peradaban masyarakat kini. Ilmu Psikologi menyebutkan suatu perilaku abnormal, yang memerlukan metode penyembuhan khusus dan hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki kualifikasi sebagai seorang psikolog atau psikiater. Setidaknya, itulah yang dipandang oleh kaum manusia yang memperoleh energinya dari luar diri mereka, sebut saja, kaum ekstrovert, terhadap mereka yang digolongkan sebagai kaum introvert. Dan kenyataannya, di dunia yang didominasi oleh kaum ekstrovert ini, kaum introvert menjadi layaknya angin yang terasa kehadirannya namun tidak dianggap, terdengar suaranya namun tidak ditanggapi, terlihat kehadirannya namun tidak dipandang sungguh – sungguh, terbaca tulisannya namun tidak dianggap arti dan nilainya, eksistensinya ada dalam suatu kelompok namun betapapun besar kontribusinya tetap tidak akan membuatnya lebih terkenal daripada karyanya sendiri. Betapapun kecilnya eksistensi introvert dalam kehidupan manusia, haruskah introvert menyerah pada kekuatan dan keterbukaan kaum ekstrovert begitu saja, membiarkan dirinya tidak terlihat dan karya – karyanya diperkenalkan oleh mereka yang tergolong kaum ekstrovert? Ini bukan tulisan tentang menaruh kebencian pada kaum ekstrovert, tapi untuk sedikit membuka lembaran yang tidak dibuka oleh banyak orang tentang introvert yang seringkali tidak dianggap eksistensinya oleh mereka, dan (mungkin) menimbulkan rasa kecewa, rendah diri, dikucilkan, tidak diakui, iri hati, dengki, dan jika sampai pada tingkatan yang paling kronis, rasa dendam. Untuk menjauhkan dirinya sendiri dari perasaan – perasaan negatif seperti itu, introvert perlu memperoleh kesadaran sendiri, bahwa meskipun dirinya tidak dianggap tetap saja bukan berarti ia tidak ada. Ia ada, namun hanya masalahnya kurang mendapatkan apresiasi sebagai akibat dari ketidakmauannya mengeluarkan apa yang ada dari dalam dirinya sendiri kepada sesama. Mau hidup di zaman seperti apapun, introvert tidak akan bisa menjadi dikenal seperti ekstrovert, namun bukan berarti introvert tidak memiliki sisi keunggulan sendiri yang membuatnya tidak bisa bersinar di tengah – tengah kaum ekstrovert. Mengapa tidak mencoba untuk belajar lebih tekun, bekerja lebih keras sekaligus kreatif dan efisien, berpikir dengan pola out of the box dan engage to brake rules, bergerak lebih cepat sekaligus tepat, mengeluarkan kata dengan lebih ekspresif namun tetap efisien dan sungguh – sungguh dalam memberikan kalimat kepada mereka yang ada di sekitarnya, konsisten dengan prinsip yang sudah dianut, memperhatikan kesempurnaan suatu pekerjaan hingga pada titik kesempurnaan yang tidak bisa dilakukan oleh banyak orang, dan setia melakukan suatu misi hingga selesai. Dengan begitu, introvert bisa mempertahankan eksistensinya sekaligus menunjukkan arti dan peran dirinya sendiri untuk banyak manusia di manapun dia berada dan berperan. Membuktikan bahwa diri yang hening itu bukan berarti dia tidak diperlukan kehadirannya, sebaliknya, seseorang yang hening itu memberikan suatu hasil yang bersuara lebih keras sebagaimana laut yang dalam dapat menenggelamkan kapal yang lebih besar, menghanyutkan manusia lebih banyak, dan memiliki kekayaan biota laut yang jauh lebih besar. Categories
0 Comments
Leave a Reply. |
Aditya RenaldiKolom tempat saya bercerita, mendongeng, berbagi. Tempat kita saling mengenal dan berkomunikasi. Archives
January 2025
Categories |