|
Manusia itu hidup dengan berbagai kemauan dan ambisi, Karena sejatinya Tuhan memang sudah menanamkan naluri untuk belajar dan mencapai kemajuan dalam setiap benak – benak manusia.Menginginkan sesuatu yang belum dimiliki sebelumnya, bukanlah dosa. Justru berkat adanya kemauan untuk memiliki sesuatu yang belum dimiliki, atau mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari apa yang sudah dimiliki, manusia terus berevolusi dan menciptakan sejarah peradabannya sendiri. Kemajuan teknologi komputasi, pemikiran – pemikiran baru di bidang ilmu sosial yang memunculkan paradigma berpikir masyarakat yang belum terpikir sebelumnya, pembuktian ideologi baru, perkembangan teknologi informasi yang menciptakan jaringan komunikasi tanpa dihalangi perbatasan, perencanaan hunian manusia yang kian memanusiakan manusia, penemuan di bidang teknologi pertanian dan farmasi yang terus berusaha menyehatkan manusia, dan teori – teori ekonomi baru yang terus berkembang seiring dengan kebutuhan dan keinginan manusia akan materi yang tidak pernah ada batasnya.
Didasari atas keyakinan bahwa kemajuan dalam segala hal akan memberikan kebaikan terus – menerus bagi mereka, manusia terus berusaha mengembangkan kemakmuran, kecerdasan, dan kekuatan yang mereka miliki untuk mencapai level kehidupan yang baru. Hampir semua manusia percaya, bahwa kemajuan adalah jalan hidup, cita – cita, dan harapan, yang kemudian tumbuh menjadi keyakinan, bahwa kemajuan harus dicapai atau mereka akan menemui kekalahan dan mempercepat datangnya ajal mereka sendiri. Keyakinan itulah yang kemudian menumbuhkan naluri hitam dalam diri manusia : Naluri untuk maju, berusaha, bersaing dengan yang lain, yang selanjutnya membawa mereka pada risiko untuk saling berprasangka buruk, membenci, berperang, dan bahkan membunuh satu sama lain. Tanpa mengesampingkan risiko dari usaha mereka mencapai kemajuan itu, manusia tetap melangkah maju, tak pernah mengenal jera dan menyesal, dan tak pernah sungguh – sungguh belajar dari kegagalan dan kekacauan yang mereka peroleh dari ambisi mereka sendiri. Mengingkan sesuatu atau seseorang di luar diri kita sendiri itu manusiawi, kita tidak perlu menolak eksistensi naluri itu dari dalam diri kita, apalagi mencoba untuk membuangnya dari diri, kecuali jika kita cukup kuat untuk hidup menjauhkan diri dari kehidupan duniawi. Namun, tidak semua manusia cukup kuat untuk hidup dalam kemurnian jiwa seperti itu. Jika menjalani hidup yang wajar dalam kehidupan sosial seperti hari – hari yang telah kita lalui sampai sekarang ini adalah takdir kita, mengapa kita tidak mencoba untuk tidak terlalu banyak menaruh keinginan apapun dalam hidup? Mencukupkan diri dengan batasan apa yang hanya kita butuhkan dan sungguh - sungguh kita inginkan?
0 Comments
Leave a Reply. |
Aditya RenaldiKolom tempat saya bercerita, mendongeng, berbagi. Tempat kita saling mengenal dan berkomunikasi. Archives
January 2025
Categories |