|
Ada masa dimana kita berada di kantor ini, masih seperti anak kecil nan polos yang baru pertama kali masuk sekolah. Bayangan akan masa depan yang cerah nan gemilang, mimpi – mimpi yang kita gantungkan setinggi langit, idealisme dalam memegang nilai dan visi perusahaan sebaik – baiknya, dan menjalin hubungan baik dengan semua orang agar pekerjaan kita masing – masing berjalan sebagaimana mestinya. Pendek kita, kita masih berpikiran sama bahwa kita bisa maju bersama – sama. Benar, sekali lagi, persis seperti anak kecil yang baru memasuki tahun pertamanya di sekolah, bermimpi bahwa sekolah adalah tempat yang memberinya kesempatan bermain, belajar tentang banyak hal di dunia, dan tentu saja mendapatkan teman. Masih ingatkah kamu, bahwa pada masa itu kita bisa berbagi cerita tentang hal – hal di luar pekerjaan pada jam istirahat, ada saat kita saling mentraktir makan siang meski aku hampir selalu berada pada posisi yang mentraktir, ada saat kita bersikap serius dalam koordinasi kerja di jam bekerja, dan bahkan ada saat kita pulang kantor bersama secara direncanakan atau tidak. Tidak peduli seberapapun banyak beban kerja dari atasan menunggu untuk kita selesaikan, semuanya terasa ringan ketika kamu ada bersamaku, kita saling memberi semangat untuk bertahan dan berkembang dalam kerasnya kehidupan sebagai pekerja di Ibukota. Waktu terus berjalan, detik – detik membawa kita pada periode yang baru tanpa henti, dan tanpa kita sadari, kita sudah berada pada tahun kesekian kita bekerja di perusahaan ini. Hari ini, keadaan di antara aku dan kamu sudah berubah. Semua kebersamaan dan kesenangan yang kita lalui di masa itu, tinggal ukiran sejarah dalam catatan perjalanan hidup kita masing – masing. Memang tidak semua dari apa yang kita dambakan di masa lalu (yang belum lama berlalu) itu hilang. Masih ada yang tersisa. Tahukah kamu, apakah yang tersisa dari kita saat ini? Mimpi tentang kenaikan jenjang karir sebagaimana yang digambarkan oleh motivator – motivator di seminar tentang apa yang mereka sebut sebagai “kesuksesan,” mungkin itu yang masih ada dalam diri kita (dan bisa jadi semakin berkembang dalam diri kita masing – masing), namun mimpi itu hanya untuk kita sendiri, bukan untuk kita. Bagaimanapun juga, di tempat kita bekerja saat ini, kita berada pada unit kerja yang berbeda, dengan membawa misi dan kepentingan yang berbeda juga meski katanya untuk satu visi dan misi perusahaan bersama. Kini, tak ada lagi rasa saling percaya dan saling mendukung untuk berhasil bersama di jenjang karir, persis dengan semakin lunturnya nilai persatuan antar pekerja di sebuah kantor ketika ego sektoral kian menguat akibat salah kepemimpinan atau budaya kita yang memang kurang menghargai pentingnya menjaga nilai dan visi perusahaan. Tidak pernah terbayangkan bahwa relasi baik yang telah lama kita ciptakan dulu, kini membawa masalah hingga membuat kita sama – sama enggan untuk mengucapkan kata untuk koordinasi pekerjaan sekalipun. Tanpa kita akui sendiri, kini aku dan kamu sedang saling membunuh demi mempertahankan nama baik, reputasi, dan jenjang karir kita masing – masing. Tanpa ada seutas kata keluar dari mulutmu, aku sudah memahami bahwa kamu tidak mempercayai lagi aku, begitu juga sebaliknya. Bukan lagi aku dan kamu yang saling mengisi dan berbagi perbedaan satu sama lain sambil menyemangati di tempat kerja, kita yang sekarang tidak ada bedanya dengan dua prajurit dari dua pihak berlawanan. Kalaupun aku dan kamu tidak terjebak dalam ego sektoral antar atasan yang membuat ikatan hati kita terputus, tim pengawas dan pembina perusahaan yang memegang kuasa atas kode etik pegawai akan bertindak sebagai delegasi yang menentukan karir kita disini. Apakah aku, atau kamu, yang harus mengorbankan karir demi mempertahankan seutas ikatan batin yang menghubungkan hati kita berdua. Kita berdua bukan anak bos, dengan demikian aku ataupun kamu tidak memiliki pengaruh untuk melawan hukum perusahaan ini. Seandainya tempat kita bekerja ini tidak mengharamkan insannya untuk menikah satu sama lain, kita disini tidak bekerja hanya berdua. Di kantor ini, ada banyak manusia yang menjadi rekan kerja kita, dengan kepribadian mereka yang tidak identik satu sama lain. Keberagaman karakter mereka, pastilah diantaranya ada yang memiliki itikad tidak baik untuk menghembuskan isu yang tidak benar tentang kita. Mungkin tanpa kita sadari, ada satu – dua orang rekan kerja kita yang menyimpan rasa benci secara pribadi, kemudian memanfaatkan hubungan kita untuk menyebarkan fitnah kepada rekan kita yang lain, yang tujuan akhirnya tidak lain adalah untuk mengakhiri reputasi aku, kamu, atau kita berdua. Ada perusahaan yang tidak melarang pernikahan antar pegawai, dan jika kita bisa mengelola ikatan batin di antara kita dengan baik maka hubungan yang telah kita bangun tidak akan mengganggu profesionalisme kita. Namun sayangnya, tidak ada satu pun entitas usaha di dunia ini yang bebas dari pekerja yang berkarakter buruk. Akan selalu ada manusia semacam itu, dan itulah bahaya yang niscaya mengintai kita, jika kita membangun hubungan kasih sayang di tempat kerja yang sama – sama kita cintai ini. Andai dulu aku tahu bahwa seharusnya aku tidak menerimamu, dan engkau bisa memahami bahwa sebaiknya enggak tidak mendekatiku untuk menjadikan aku lebih dari sekedar rekan kerjamu. Apa yang kuceritakan di atas, bukanlah pengalaman nyata tentang kehidupan kantor antara aku dan kamu. Hanya imajinasiku seandainya aku serius mendekatimu dan kita saling memelihara rasa cinta di kantor yang sama. Jangan sakit hati, ini adalah idealisme yang kuyakini dan kupatuhi dengan teguh, agar tidak ada satu pun di antara kita yang terluka oleh kemungkinan konflik pribadi yang tidak perlu ada itu. Aku percaya dengan sepenuh iman, bahwa kamu pasti bisa menemukan seseorang yang mengisi hatimu di luar kantor tempat kita mencari nasi atau roti untuk mengisi perut ini, begitu juga pada diriku sendiri. Categories
0 Comments
Leave a Reply. |
Aditya RenaldiKolom tempat saya bercerita, mendongeng, berbagi. Tempat kita saling mengenal dan berkomunikasi. Archives
January 2025
Categories |