|
Fotografi, yang dikenal oleh banyak orang sebagai teknik mengambil gambar dengan kamera atau peranti apapun yang berfungsi membuat sebuah gambar dalam format tercetak atau digital, kini seakan telah menjadi kegiatan yang bisa dilakukan semua manusia tanpa mengenal batas usia, gender, profesi, atau identitas lainnya, selama smartphone atau kamera ada di tangan mereka. Tidak seperti pada abad ke dua puluh dimana kamera masih merupakan sebuah peranti yang berat dan hanya bisa digunakan oleh kalangan tertentu yang memiliki akses, profesi, dan dana yang tidak dapat dijangkau oleh semua manusia. Terlebih dengan munculnya media sosial yang memudahkan manusia untuk membagikan foto seperti Instagram, VSCO, dan 500px, membuat foto kian mudah digunakan manusia untuk menceritakan berbagai hal yang ia potret kepada manusia di seluruh dunia, seakan tidak diperlukan lagi sebuah usaha besar untuk membuka pameran karya seni untuk mempublikasikan karya sendiri. Di balik segala kemudahan, fleksibilitas dan dinamisnya dunia fotografi saat ini, ada arti menarik di balik seni fotografi. Manusia itu, tidak semuanya benar – benar paham apa sesungguhnya esensi dari memotret, bahkan ada dari mereka yang memotret tanpa kesadaran untuk apa mereka memotret sesuatu. Mungkin tidak semuanya salah, karena manusia memotret untuk mengambil momen terbaik mereka bersama teman, kekasih, keluarga, atau rekan kerja yang mereka hormati, dan mengambil momen seperti tidak membutuhkan alasan dan pemikiran yang mendalam, asalkan mereka yang terabadikan dalam foto tersebut menjadi senang karenanya. Tapi fotografi memiliki arti lebih dari sekedar mengabadikan suatu momen yang disukai banyak orang. Lebih dari itu, dalam satu cekrekan yang kita lakukan dengan menggunakan kamera atau smartphone, kita sesungguhnya sedang melukis. Iya, fotografi adalah suatu kegiatan yang tidak ubahnya melukis sebuah karya lukis atau menulis sebuah cerita dengan tinta di atas kertas. Fotografi adalah sebuah seni tentang bercerita, karena ada sebuah cerita di balik setiap foto yang kita saksikan atau kita ciptakan sendiri. Foto seperti apa saja yang bisa diambil dari kamera kita, jawabannya adalah tidak terbatas, yang membatasi kemampuan foto dalam menceritakan sesuatu sesungguhnya adalah keterbatasan manusia yang membuatnya serta alat dan teknik pengambilan fotonya. Di alam semesta ini, Tuhan telah memberikan apapun yang bisa kita jadikan foto, tinggal bagaimana kita mengambilnya dan untuk alasan apa kita menggunakannya. Kita bebas mengambil objek foto apapun yang kita mau, tanpa ada batasan kecuali kita sendiri yang membatasinya. Dimulai dari mikro organisme, buah, bunga, makanan, furnitur, sepeda, mobil, rumah, jembatan, gedung, planet, dan tentunya manusia itu sendiri. Tidak hanya objek, fotografi menjadikan manusia mampu mengabadikan sebuah peristiwa, tak peduli apapun konotasinya apakah itu sebuah selebrasi yang dirayakan oleh banyak manusia atau tragedi yang patut ditangisi oleh mereka, fotografi menjadikan sebuah peristiwa lebih mudah diingat daripada memori otak manusia yang melakukannya. Sejarah membuktikan, bahwa sebuah foto bisa bercerita lebih banyak daripada kesaksian seorang pelaku sejarah itu sendiri, dan foto akan terus eksis selama manusia, waktu, dan kekuatan alam tidak memusnahkannya. Dari sebuah foto, ada kisah tentang perang, wabah penyakit, meletusnya berapi, peresmian sebuah pesawat dan kapal laut terbaru, deklarasi berdirinya sebuah korporasi atau partai politik, kemerdekaan sebuah negara baru, luluh – lantaknya sebuah kota setelah gempa bumi dan tsunami menerpa, terbunuhnya seorang selebriti atau petinggi negara, tertangkapnya seorang pelaku kriminal yang paling dicari kepolisian, hingga penghormatan terakhir untuk seseorang yang diakui prestasi dan sumbangsihnya untuk banyak orang. Manusia bisa melalui semau itu dengan penuh perasaan namun di kemudian hari manusia bisa melupakannya begitu saja seakan peristiwa itu hanya angin yang berlalu sesaat, namun foto tidak akan pernah melupakan peristiwa apapun selama eksistensinya masih terjaga di bumi ini. Karena sifatnya yang statis, foto juga menjadi saksi kehidupan manusia dan sejarah yang tidak bisa berbohong. Ketika seorang polisi sedang menginterogasi seseorang yang dinyatakan sebagai saksi atau tersangka, ia bisa berbohong untuk suatu kepentingan yang mengarah pada usaha untuk menyelamatkan dirinya sendiri, namun foto sebagai saksi dari sebuah kejadian apapun tak akan pernah berbohong. Foto tak ubahnya seorang anak kecil lugu yang tidak mengerti apa – apa selain mengatakan apa yang ia dengar dan saksikan sendiri, ia menceritakan suatu kejadian tanpa ada rasa apapun, atau itikad untuk melindungi nama baiknya sendiri, atau juga menjaga kepentingan seseorang atau pihak yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Betapa kekuatan sebuah foto mampu menentukan arah kehidupan manusia, catatan sejarah, bahkan siklus eksistensi bumi ini sendiri. Maka tak salah, jika sesungguhnya kita tidak boleh bermain – main dengan foto. Manusia itu, janganlah meremehkan sebuah foto. Karena di balik selembar foto, siapa tahu ia akan menemukan takdirnya sendiri atau kesaksian terhadap suatu peristiwa besar yang tidak pernah ia sangka dalam imajinasinya. Categories
0 Comments
Leave a Reply. |
Aditya RenaldiKolom tempat saya bercerita, mendongeng, berbagi. Tempat kita saling mengenal dan berkomunikasi. Archives
January 2025
Categories |