|
Apa motivasi seseorang menekuni profesi sebagai pegawai kantoran? Memenuhi passion? Mencari pengalaman bekerja sebelum memasuki bidang karir yang lain? Sekedar memenuhi kebutuhan hidup? Atau karena tidak ada pilihan profesi yang lain? Semuanya sah – sah saja menjadi alasan mengapa seseorang masuk ke dalam dunia profesi yang (sampai saat ini) paling konvensional (jika dibandingkan dengan berkarir di dunia seni, ekonomi kreatif, keartisan, apalagi politik). Profesi pegawai kantoran adalah satu profesi yang menjanjikan kepastian dan kenyamanan ekonomi untuk setiap orang dan bisa dijalani oleh mereka yang baru memasuki angkatan kerja ataupun menjelang usia pensiun. Sebaliknya, pegawai kantoran juga seringkali dipandang sebagai profesi yang “membosankan” karena rutinitas yang biasa dijalani : Mengetik dokumen pekerjaan, melakukan pertemuan atau rapat, mengerjakan proyek, mengorganisir kegiatan, atau mengambil keputusan manajerial bagi pegawai yang sudah menempati jabatan tinggi. Padahal kalau saja kita lebih peka dengan lingkungan kantor tempat kita bekerja, ada banyak hal menarik yang bisa kita saksikan dan pahami dalam kehidupan sehari – hari kerja kantoran : Perilaku rekan kerja kita sendiri. Semakin luas lingkaran pergaulan seseorang di kantor, pun akan semakin banyak pengetahuan dan pemahamannya terhadap perilaku manusia di sebuah “miniatur dunia.” Aku adalah salah seorang dari manusia yang memilih menjadi pegawai kantoran sebagai profesiku, hingga saat ini. Dan bertahun – tahun menjalaninya, aku telah banyak menyaksikan, mempelajari, dan memahami berbagai macam karakter manusia dalam lingkungan kerja di kantor, yang menurutku, memberikan kesan dan rasa yang bermacam – macam. Tipe Pertama, adalah pekerja serius. Mereka adalah manusia yang bergabung ke dalam perusahaan karena ambisi memenuhi passion karir, pekerjaan menjadi alasan utama mereka eksis dan memberikan apa yang mereka miliki untuk perusahaan. Pegawai tipe pekerja serius sebenarnya tidak banyak ditemukan dalam lingkungan kantorku bekerja, namun bila mereka ada maka jelas eksistensinya terasa dan dibutuhkan dalam setiap keadaan pekerjaan apapun. Di satu sisi, ada karakter angkuh atau “berderajat tinggi” pada diri mereka di mata pegawai lain, namun di sisi yang lain karismanya sebagai pegawai tulen membuat mereka dihargai eksistensinya di kantor. Tipe kedua, si biang gosip. Mereka adalah sosok pegawai yang relatif disukai dalam lingkungan kantor karena karismanya yang senang menceritakan kondisi pekerjaan maupun kehidupan kantor sehari – hari pada rekan kerjanya, namun sesungguhnya si biang gossip memberikan pengaruh yang mudarat di lingkaran sosial kantor karena cenderung membicarakan kekurangan atau kesalahan yang dimiliki rekan kerjanya sendiri, dalam taraf tertentu mereka juga senang mengungkap kehidupan pribadi atau rahasia rekan kerja, khususnya terhadap rekan kerja yang tidak mereka sukai. Tentu saja, rekan kerja tipe serius atau tipe pendiam biasanya menjadi sasaran si biang gosip. Pegawai tipe ini meskipun kehadirannya tidak disukai oleh rekannya yang bersikap lurus atau berpendirian teguh, pandai memberikan perhatian pada atasan di kantor dan menggunakan kedekatannya dengan sang bos untuk mempengaruhi situasi pergaulan sosial di kantor, dan tentu saja memojokkan rekan kerja yang mereka anggap sebagai musuh. Tipe ketiga, si tukang menyalahkan. Sosok pegawai semacam ini bukan pegawai yang bisa dibilang cakap dalam bekerja, tetapi mereka pandai memanfaatkan situasi dimana mereka melakukan kesalahan atau terjadi bencana dalam suatu proyek pekerjaan agar mereka terhindar dari tuduhan atasan, dan menimpakan kesalahannya pada rekan kerja mereka sendiri. Tipe pegawai yang suka mengkambinghitamkan rekannya sendiri tidak harus seseorang yang terbuka dalam bergaul seperti halnya si biang gosip, seorang pegawai yang pendiam pun bisa memiliki bakat melakukan pengkambinghitaman di tempat kerja. Di balik kemampuan liciknya, si tukang menyalahkan sebenarnya adalah pegawai yang “kalah” dan tidak punya prestasi berarti di tempat kerja. Tipe keempat, si pesolek. Pegawai yang suka bersolek, umumnya belum tentu cakap dalam bekerja, namun kesukaan dan kepandaiannya dalam fashion dan grooming membuatnya mudah menjadi pusat perhatian rekan kerja dan atasannya. Tidak jarang si tipe pesolek adalah seorang rekan kerja yang suka merayu lawan jenisnya di tempat kerja dan menggunakan rupanya yang menarik agar bisa menjadi “bintang” di tempat kerja. Tipe kelima, si humoris. Sesuai dengan sebutannya, pegawai yang termasuk ke dalam tipe ini adalah mood maker di tempat kerja. Pembawaannya yang ceria, mampu memberikan entertainment khasnya sendiri, dan luwes berteman dengan siapa saja membuatnya mudah menjadi figur idola kantor. Kekurangannya, beberapa orang yang termasuk tipe si humoris susah diajak serius dalam bekerja atau cenderung kurang bertanggungjawab bila diberikan amanat dan kepercayaan dalam suatu tugas. Segalanya bisa diatur, begitu prinsip mereka. Tipe keenam, si apatis. Tipe pegawai ini sekilas mirip dengan pegawai tulen, namun beberapa dari mereka mempedulikan kualitas kerja mereka sendiri dan enggan berbaur dengan rekan kerjanya. Datang ke kantor tak selalu tepat waktu, produktivitas cenderung rendah dan bisa meninggalkan meja kerja sewaktu – waktu untuk tujuan yang tidak jelas, namun menjadi orang yang pertama meninggalkan kantor saat jam kerja selesai. Sudah jelas, pegawai tipe ini adalah tipe yang paling tidak disukai bos kantor. Tipe ketujuh, si muka dua. Rasanya hampir semua pegawai kantoran akan setuju bila si muka dua adalah tipe rekan kerja yang paling mereka benci. Dari luar, mereka mampu menampilkan dirinya sebagai pegawai yang “berkarisma,” mudah bergaul, dan profesional dalam bekerja, namun itu semua adalah pesona luar untuk menutupi karakter asli mereka yang culas dan cenderung kejam terhadap rekan kerja. Seperti halnya tipe si biang gosip, mereka pandai mencuri perhatian bos dan menggunakan kedekatan hubungan personal dengan bosnya untuk menguasai lingkaran sosial di tempat kerja dan menyudutkan rekan kerja yang tidak mereka sukai atau tidak sejalan dengan pemikiran mereka. Aku termasuk ke dalam tipe yang mana, aku tidak benar – benar tahu. Mungkin aku berada di tipe Pertama, dan berusaha untuk menjadi tipe Pertama, tapi rekan – rekan kerja dan atasankulah yang menilai aku masuk ke dalam tipe apa. Sejujurnya, aku bukan tipe pekerja yang menyukai politik kantor atau peer group dan tidak akan berusaha masuk ke dalamnya. Aku tahu bahwa di balik keramahan rekan – rekan kerja di kantorku saat ini, mereka menyembunyikan sesuatu dariku, membuat peer group tersendiri secara terbuka atau secara tertutup melalui media chat, merangkul rekan kerja yang dianggap “se – ideologi” dan mengucilkan rekan yang berbeda paham dengan mereka, mengakrabi diri dengan atasan agar dimudahkan rencana karir, ambisi dan misi pribadinya di kantor, dan hal – hal lain yang tidak kuketahui di balik suasana kekeluargaan di kantorku sekarang. Categories
1 Comment
|
Aditya RenaldiKolom tempat saya bercerita, mendongeng, berbagi. Tempat kita saling mengenal dan berkomunikasi. Archives
January 2025
Categories |