|
Kalau hidup hanya untuk mengikuti saja apa yang dikatakan manusia lain, maka hidupku menjadi tidak berarti. Sebagian orang berkata begitu, dan aku pun termasuk dari mereka yang meyakini hal tersebut, meski di satu sisi yang lain pendapat itu tidak sepenuhnya salah. Manusia itu, sebagai makhluk sosial memang membutuhkan perhatian dari orang lain, yang bisa diperlihatkan dalam bentuk apresiasi, pujian, kritik, saran, nasihat, atau koreksi. Tidak ada yang salah dalam berbagai respon tersebut, semuanya memiliki kebenaran masing – masing sesuai dengan apa yang kita perbuat untuk orang lain dan (juga) untuk kita sendiri. Dengan adanya respon yang bersifat mendukung, menyalahkan, atau memperbaiki, kita akan belajar tentang bagaimana seharusnya kita berperan dalam kehidupan sosial sesuai dengan dimensi waktu dan tempat kita berada. Tanpa menerima respon, manusia tidak benar – benar menjadi manusia. Ia hanya akan menjadi makhluk soliter yang melanggar titahnya sebagai makhluk sosial. Respon, dalam hal ini berbentuk kritik, saran, nasihat, dan koreksi yang disampaikan orang lain terhadap apa yang kita kemukakan memang benar dan perlu untuk kita terima, karena keterbatasan yang kita miliki dalam menerima informasi, penguasaan ilmu dan wawasan, atau perbedaan latar belakang antara kita sendiri dengan orang lain. Tanpa kita sadari, dengan mendengarkan dan memahami respon dari seseorang, kita sedang mempelajari banyak hal : informasi baru, pengetahuan baru, hingga karakter asli seseorang yang memberikan respon kepada kita. Dengan demikian, respon menjadi sebuah kebutuhan sosial bagi siapapun. Adalah mustahil bagi siapapun untuk melakukan apapun tanpa menerima respon dari manusia lain. Siapapun yang bersikap mengedepankan ego di atas segalanya tanpa menerima dan memahami respon sedikit saja, maka dia akan berjalan menuju jurang seorang diri. Akan tetapi, respon bukanlah suara Tuhan yang mutlak harus diterima dan kemudian diikuti begitu saja. Respon tetaplah suara yang berasal dari manusia, yang bisa saja melakukan kesalahan karena keterbatasan – keterbatasan yang dimilikinya. Dan sayangnya, terkadang ada pesan dan maksud lain yang disembunyikan seseorang di balik respon yang terdengar bermaksud positif. Siapa yang tahu, bahwa di balik kritik, saran, nasihat, dan koreksi yang disampaikan seseorang pada kita diberikan karena sang pemberi pesan memiliki tujuan untuk memperoleh sesuatu yang hanya menguntungkan dirinya. Dalam ruang kehidupan sosial seperti apapun, baik di ruang keluarga, lingkaran pertemanan, dunia kerja, ataupun tempat hiburan sekalipun, ada saja manusia – manusia yang menyampaikan respon terhadap apa yang kita katakan atau lakukan dengan suara di lidah dan maksud dalam hati yang bertolak belakang. Kita tidak perlu menjadi seseorang yang anti terhadap respon hanya karena adanya kemungkinan manusia – manusia yang menyalahgunakan apresiasi, pujian, kritik ataupun saran untuk maksud buruk. Tidak perlu, karena jika kita memilih menjadi seperti itu hanya akan membuat diri kita sendiri terisolasi dari lingkar kehidupan sosial. Namun, menjadi cerdas dalam menerima respon dari orang lainlah yang kita butuhkan, karena dengan demikian kita akan melalui proses menjadi manusia yang terus mengembangkan diri menjadi lebih baik dan tinggi, tanpa mengesampingkan kemanusiaan dalam diri kita. Categories
0 Comments
Menjelang mengakhiri sebuah tahun, ada baiknya menjadikan tahun ini sebagai kaleidoskop kehidupan seperti apa yang kita jalani. Apakah kita menjalani hidup selama satu tahun dengan banyak arti untuk diri kita sendiri dan orang lain, atau hanya melalui hidup seperti angin semilir yang lekas dilupakan orang begitu saja. Manusia hidup untuk sebuah atau beberapa tujuan. Adalah mustahil Tuhan menciptakannya hanya untuk hidup tanpa hakikat atau hanya dengan makan – minum dan tidur saja. Manusia, adalah makhluk yang teristimewa diantara makhluk ciptaan – Nya yang lain. Ia eksis di muka bumi tidak hanya untuk menikmati apa yang ada di alam, namun dapat mengubah kondisi dan bentuk alam itu, bahkan menentukan akan jadi seperti apa bumi ini. Dan, satu cara terbaik untuk membuktikan kegunaan diri kita sendiri di muka bumi ini adalah dengan bekerja. Melayani manusia lain dengan memberikan apapun yang kita miliki adalah cara paling sahih untuk menemukan arti hidup kita sendiri. Maka, tidak perlu bertopang dagu dan merenung dalam kesendirian untuk menemukan arti eksistensi kita. Masih ingatkah kita di masa kecil dulu, kita seringkali berimajinasi menjadi apapun ketika kita dewasa nanti. Ada saja profesi orang dewasa yang menjadi alasan bagi kita untuk lekas tumbuh dewasa, belajar dengan tekun, bekerja keras dan kreatif, dan berusaha mencari cara untuk mendapatkan profesi yang kita dambakan. Memang tidak semua manusia memperoleh impian kerja pada masa kecilnya, namun bagi manusia yang memperoleh profesi sesuai dengan impian masa kecilnya atau mendekati impiannya sekalipun, melayani sesama manusia terkadang menjadi sesuatu yang menjengkelkan hingga perlahan menyeret pada keputusasaan. Tak peduli apapun peran seorang manusia dalam sistem kehidupan sosial yang sedang bekerja pada saat ini, ada banyak hal yang membuat manusia merasa tidak nyaman dengan peran mereka : Rekan yang bersikap tidak simpatik, klien yang hanya memikirkan keuntungan sendiri, petinggi yang tidak memperhatikan anak buah dan hanya terobsesi pada sasaran pribadi, sistem kerja yang tidak teratur, beban kerja yang melampaui batas kemampuan kerja pegawai, kompensasi yang diterima kurang atau tidak mencukupi kebutuhan hidup, dan apapun itu, semuanya menjadi alasan manusia untuk mengeluh. Ada beberapa masalah yang bisa dihadapi, namun sebagian masalah bagi sebagian orang membuat mereka mempertanyakan apakah mereka sudah berperan pantas di tempat mereka bekerja sekarang. Sistem dan kompensasi yang diterima seseorang dalam bekerja mungkin bisa diselesaikan dengan perubahan di tempat bekerja atau mencari tempat bekerja baru, namun menghadapi manusia dari berbagai asal dan karakter mustahil bisa dihindari di tempat kerja manapun. Manusia tidak akan bisa memilih orang – orang yang akan bekerjasama dengannya di suatu tempat, sekalipun ia berprofesi sebagai wirausaha yang tentu saja membutuhkan rekan kerja untuk mendukung inovasi, ide, dan modalnya menjadi suatu usaha yang menghasilkan keuntungan. Manusia mau tidak mau harus menerima orang lain sebagai rekan kerja tanpa memandang mereka seperti apa dan dari latar belakang seperti apa mereka berasal. Itu adalah sebuah keniscayaan. Oleh karena itu, siapapun kita perlu bertoleransi terhadap manusia seperti apapun dalam menjalankan peran mengabdi kepada manusia lain, seperti halnya kita sebagai manusia perlu bertoleransi terhadap perbedaan identitas sosial, suku, ras, dan agama yang melekat pada orang – orang di sekitar kita. Akan tetapi, ketika kita telah berada pada posisi dimana toleransi itu mencapai batasnya, kita akan menghadapi kondisi dimana harus memilih apakah harus berjuang membalikkan keadaan agar kita berada pada posisi mampu melawan orang yang menjadi lawan konflik, bersikap menerima keadaan dengan menjalankan peran di bawah tekanan lawan konflik, atau justru memilih menyerah dan mencari peran baru di tempat lain. Pilihan kedua dan ketiga, jika dipikirkan sekilas maka akan terasa menjadi pilihan paling mudah. Sayangnya, kedua pilihan tersebut bukanlah tindakan yang bijaksana apabila kita lakukan. Agaknya kita memilih untuk menjadi manusia yang kalah apabila tidak memiliki intens untuk melawan dan melakukan perubahan terhadap apa yang jelas dia saksikan adalah sebuah kesalahan. Keamanan dan kenyamanan mungkin bisa diperoleh, namun sesungguhnya hal tersebut semu dan kelak akan membawa kita pada masalah yang lebih rumit. Dan tidakkah harga diri kita terasa diinjak apabila harus tunduk pada kesalahan yang diteruskan berulang – ulang, kesewenang – wenangan, arogansi satu orang atau kelompok, dan kepura – puraan yang dikemas dalam keramahtamahan palsu. Meskipun pilihan pertama tidak membuatmu aman dan nyaman pada awalnya, tapi percayalah dengan mencoba melakukan suatu resistensi dan perubahan, kita akan melalui proses menuju penemuan akan arti eksistensi kita sendiri serta mengembalikan apa yang sesungguhnya kita tuju pada awal kita memulai peran dalam suatu profesi. Tidak ada seorang bernalar sehat yang menolak opini bahwa kehidupan yang sesungguhnya dimulai pada saat manusia keluar dari zona nyamannya. Hidup tidak melulu tentang harmoni, tapi juga tentang perlawanan, bagaimana seharusnya kita mengatakan tidak pada sesuatu yang jelas tidak benar dan tidak pantas untuk dibenarkan pula. Semoga di tahun yang baru kelak, ada sesuatu yang berubah dari diri kita. Sebelum melakukan revolusi apa yang sedang terjadi dalam kehidupan kita, mulailah revolusi dari diri kita sendiri. CategoriesManusia yang memberikan inovasi atau arti baru dalam kehidupan.
Seringkali hanya dianggap sebagai angin lalu bahkan dibenci. Kenyataan yang pahit namun haruslah diterima. Karena manusia yang bernilai itu tidak eksis hanya untuk diidolai. Tidak terlalu mempercayai seseorang mungkin terdengar sinis.
Namun bisa menjadi sikap yang bijaksana. Karena kita tidak pernah tahu persis. Apa yang seseorang perbuat di masa lalunya. Kita terbiasa mendengar seseorang yang jelas berbicara di depan kita.
Namun siapa yang memahami. Bahwa ada diantara mereka yang diam. Ada yang mengatakan sesuatu yang tidak dapat mereka katakan secara langsung. Sebuah penemuan seringkali menyilaukan mata manusia.
Seakan hal itu menjadi jawaban atas masalah dan kesulitan yang dihadapi sebelumnya. Padahal sebaik – baiknya sebuah penemuan hanya akan berarti. Apabila dipakai untuk sesuatu yang baik bagi manusia juga. Manusia menemukan dan mengembangkan teknologi.
Untuk memudahkan proses yang hidup yang awalnya mereka anggap sulit. Dan sepanjang zaman berjalan teknologi kian memudahkan hidup manusia. Hingga pada tahap manusia tak sadar mereka menjadi bodoh karenanya. Mayoritas manusia merasa bahwa ketika mereka melangkah harus ada tujuan.
Namun sebagian lagi yang tidak berkata. Meyakini bahwa melangkah tanpa arah pun bukan sesuatu yang haram dilakukan. Mungkin saja ada tujuan yang selama ini kita butuhkan dari langkah tersebut. Rasa takut adalah sebagian dari naluri yang dimiliki manusia.
Naluri terhadap suatu ancaman yang membahayakan dirinya. Padahal rasa takut hanyalah ilusi. Ilusi yang diciptakan dari ketidaktahuan dan ketidakpedulian kita sendiri. Ada saat manusia mengalami bencana dan kematian karena alam.
Seperti ada saatnya manusia memperoleh kedamaian, kemakmuran dan kebahagiaan dari alam. Alam tidak pernah berbohong pada manusia. Ia memberikan respon pada manusia sesuai dengan apa yang manusia perbuat pada alam. |
Aditya RenaldiKolom tempat saya bercerita, mendongeng, berbagi. Tempat kita saling mengenal dan berkomunikasi. Archives
January 2025
Categories |