|
Di tengah temaramnya senja setelah langit meneteskan air hujan yang membasahi bumi tempat kita berpijak, dan di dalam sebuah bilik tempat aku menatap nanar ke arah pemandangan alam yang bisa kusaksikan dari luar bilik, aku mempertanyakan segala banyak hal yang enggan dibahas oleh kebanyakan orang, mungkin karena kesibukan sehari – hari membuat mereka lupa atau mereka sengaja melupakannya seakan – akan hal ini adalah sebuah kotak pandora yang tak boleh dibuka. Tentang manusia, kehidupan mereka, dan segala sifat yang ada dalam jiwa mereka. Manusia itu unik, dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya di alam semesta. Walaupun usianya tak pernah sepanjang rentang hidup alam semesta, manusia adalah keunikan tersendiri dari unsur alam semesta ciptaan – Nya. Manusia itu kecil, namun merasa dirinya amat besar. Manusia itu memiliki kelemahan, namun sifat jumawanya membuat ia merasa kuat hingga berani menjadikan dirinya sebagai Tuhan untuk makhluk hidup lain bahkan sesamanya. Manusia itu bersikap menerima, di balik hawa nafsunya untuk mencari dan meminta sesuatu yang lebih besar dan mahal. Manusia itu pada dasarnya polos, namun keinginan untuk memperoleh nilai lebih dalam segala hal menjadikan manusia sebagai makhluk paling pandai memainkan intrik dan berani bersikap bengis. Manusia itu bersikap pasif, namun interaksi dengan alam dan sesamanya membuatnya menjadi makhluk yang agresif. Nilai – nilai universal yang dianut manusia itu bisa menjadi kekal, namun bisa menjadi ideologi semu pada akhirnya karena keserakahan manusia itu sendiri. Di belahan bumi manapun, mungkin juga di galaksi apapun, tidak ada makhluk seperti manusia. Bagi diri kita sendiri, jika kita mau memikirkan kembali apa yang sudah kita lakukan selama ini sebagai manusia, kita mungkin akan bertanya – tanya apakah hidup kita berarti untuk manusia lain. Apakah kita hidup untuk memberikan manfaat bagi manusia lain, atau hanya sekedar menumpang di bumi untuk kemudian pergi dan dilupakan. Kalau kita merasa hidup kita memang tidak berarti seperti angin semilir belaka, mungkin karena kita tidak pernah benar – benar memikirkan terhadap apa yang sudah kita kerjakan di kehidupan kita sebelum detik ini. Padahal, di balik suatu tindakan kecil yang kita anggap tidak berarti apa – apa, sesungguhnya memiliki arti yang sangat dalam, bahkan bisa menentukan sejarah yang akan terukir dan masa depan seperti apa yang akan dialami manusia nanti. Seperti perubahan kecepatan kepakan sayap kupu – kupu yang amat kecil, bisa menentukan arah angin yang bertiup. Dalam banyak kesempatan, kita bisa menyaksikan manusia yang hidup dengan menjalani peran yang ia sendiri membencinya, mungkin karena perannya di kehidupan ini tidak membuatnya merasa dihargai manusia lain, atau pandangan manusia lain terhadap perannya adalah rendah. Memang, naluri manusia untuk memiliki sesuatu yang lebih baik dari apa yang dia miliki sekarang membuatnya menjadi kurang bersyukur. Padahal, sesungguhnya Tuhan telah memberikan peran dan berkah kepada manusia sesuai dengan batas kemampuannya sendiri. Manusia itu walaupun fisiknya serupa, pada kenyataannya ditakdirkan memiliki peran yang berbeda – beda, dan dengan kadar yang beragam pula. Tidak pernah ada manusia yang menjalani peran yang sama persis, karena jalan kehidupan yang dilalui manusia pun kenyataannya memang berbeda. Dan, sekuat apapun manusia berusaha, ia tidak akan bisa menentukan jalan hidup manusia lain menjadi jalan hidupnya sendiri, atau membuat manusia lain mengikuti jalan hidupnya. Tidak, tidak akan pernah terjadi. Manusia itu hidup dalam gelembungnya sendiri – sendiri, dan tidak akan bisa keluar dari gelembung tersebut atau membawa manusia lain masuk ke dalam gelembungnya. Meskipun itu membuktikan kenyataan bahwa manusia seakan hidup sendiri, di mana pertemuan dengan manusia lainnya pasti akan diakhiri dengan perpisahan, di dimensi waktu yang lain mereka pasti akan bertemu dengan manusia lainnya. Pertemuan dengan berbagai macam manusia itulah yang mengarahkan diri kita sendiri pada jalan kehidupan yang mana, jalan kehidupan yang meskipun belum tentu sesuai dengan ekspektasi kita, namun sesungguhnya itulah jalan terbaik yang sudah Tuhan siapkan untuk kita. Dan untuk kesekian kalinya, aku menemukan kembali arti dari pengalaman yang telah kulalui hingga detik ini. Mungkin tadi aku masih terjerembab dalam keadaan tidak cukup kuat untuk bangkit dari berbagai permasalahan yang kuhadapi, tapi kini aku mengetahui kembali bahwa duduk nestapa dan bertopang dagu meratapi keadaan, tidak akan pernah mengubah apapun. Yang benar adalah terus bergerak untuk memperbaiki kesalahan maupun dosa yang telah aku perbuat, dan berusaha untuk melakukan apapun lebih baik untuk manusia – manusia di sekitarku. Bukankah itu yang seharusnya manusia lakukan ketika dirinya berada dalam saat – saat tersulit? Bukankah kesulitan hidup itu eksis ketika kita menganggap keadaan yang saat ini kita hadapi seakan tidak bisa diselesaikan? Ya, aku tahu, aku tidak boleh terus – menerus menyembunyikan diri di balik bilik ini. Aku harus berjuang ke luar sana, untuk memberikan arti bagi manusia lain dan menemukan arti dari eksistensi diriku sendiri. Foto : Properti "The Floating Memory" dari Papermoon Puppet Theatre. Categories
0 Comments
|
Aditya RenaldiKolom tempat saya bercerita, mendongeng, berbagi. Tempat kita saling mengenal dan berkomunikasi. Archives
January 2025
Categories |