|
Manusia itu sebagai homo socialismus, atau dengan kata lain manusia yang membutuhkan sesamanya untuk bertahan hidup serta memberikan kegunaan untuk manusia lain, tentu tidak mungkin untuk melepaskan peran sosialnya dalam kehidupan sosial, terutama dalam bekerja di organisasi atau instansi yang diakui sebagai penyedia jasa dan produk yang dibutuhkan masyarakat. Bekerja adalah bagian esensial dari kehidupan manusia, tidak ada artinya seorang manusia hidup apabila ia tidak mendedikasikan hidupnya untuk manusia lain dengan bekerja. Sebaik – baiknya manusia adalah manusia yang bekerja untuk manusia lain, karena dengan bekerja manusia benar – benar mendayagunakan segenap ilmu pengetahuan, wawasan, imajinasi, tenaga, ketahanan mental, dan idealisme pribadinya yang amat sayang apabila tidak diberdayakan dengan bekerja. Oleh karena itu, orang yang sungguh – sungguh bekerja secara ia sadari ataupun tidak sebenarnya sedang melayani rekan kerja, atasan, pelanggan, masyarakat, pemerintah, dan bahkan seluruh manusia yang mendapatkan manfaat dan hasil dari pekerjaannya. Kebanyakan manusia terlalu menikmati atau memperhatikan proses pekerjaan yang dilakoninya sembari mengejar kesempurnaan dari hasil pekerjaannya tersebut tanpa memahami bahwa di balik usahanya itu terdapat amal ibadah memberikan pelayanan kepada sesama ciptaan Tuhan yang serupa dengan dirinya. Ada manusia yang tetap berusaha menjaga rasa kemanusiaannya di tengah usahanya mengembangkan dan mempertahankan profesinya, namun tidak terlalu banyak contoh manusia yang memiliki pembawaan sebaik ini dalam bekerja. Sebaliknya, ada banyak contoh manusia yang tidak tahu atau bahkan sengaja mengesampingkan rasa kemanusiaan dalam bekerja demi memenuhi idealisme, visi dan misi pribadinya dengan mengatasnamakan dedikasi tinggi kepada perusahaan tempat ia mengabdi. Rasa semangat, kecintaan, dan dedikasi yang berlebihan kepada perusahaan, seringkali membuat manusia menjadi lupa diri. Ia merasa bahwa tidak ada lagi batas etika, kontrol emosi, dan kemampuan diri yang seharusnya ia perhatikan dalam bekerja, juga pentingnya menjaga keharmonisan dalam bekerjasama dan menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya. Manusia yang menggunakan potensi dan kekuatan dirinya untuk mendiktat manusia lain dengan mengatasnamakan kerja keras sebagai bagian dari kemuliaan melayani, sesungguhnya hanya menyalahgunakan hakikat dari melayani itu sendiri. Kalau manusia sudah melampaui batas hakikat melayani sesamanya, mungkin ia akan dihadapkan pada kenyataan ia harus dihentikan sementara dari tugasnya, atau dijauhkan dari pekerjaan yang menjadi obsesinya itu. Bagi kebanyakan manusia, keadaan seperti itu sangat menjatuhkan nilai dirinya. Ia seakan menjadi tidak berguna lagi untuk manusia lain, dan menjadi rentan oleh depresi karenanya. Padahal, ia tidak perlu menjadikan alasan dijauhkan dari keinginannya melayani sebagai alasan untuk kecewa. Ia hanya perlu rehat sejenak dari tugas melayani sesama manusia, untuk menemukan kembali makna melayani yang seharusnya ia ingat dan pahami. Diskoneksi untuk sesaat, pada kenyataannya diperlukan oleh manusia untuk tidak melampaui batas, tidak terkecuali dalam hal yang menjadi kewajibannya sendiri. Categories
0 Comments
Di peradaban dunia saat ini, rasanya mustahil bagi siapapun untuk tidak terhubung ke dalam jaringan internet. Teknologi informasi yang dulu kian rumit, berat, mahal, dan penggunaannya dibatasi oleh pemerintah dan militer, kini telah berevolusi menjadi teknologi populis yang mampu mendekatkan manusia tanpa mengenal batas jarak dan waktu. Wujud revolusi teknologi informasi yang terlihat dari laptop, tablet, smartphone, dan smart TV, bahkan memunculkan revolusi yang lain dalam kehidupan manusia : Publikasi berita, penyampaian surat dan pesan pendek, penerbitan tulisan dan foto, hingga transfer ilmu pengetahuan, semuanya menjadi amat cepat berubah. Manusia tidak perlu lagi membeli koran atau majalah sehari – hari untuk memperoleh informasi terbaru terkait apapun yang terjadi di sekitarnya dan belahan bumi lain, seorang dosen atau guru tidak harus hadir ke sebuah kelas untuk menyampaikan materi pelajaran kepada siswa nya, seorang jurnalis dapat langsung mempublikasikan berita yang telah ia buat berdasarkan suatu peristiwa yang telah ia liput kejadiannya di lapangan, dan semua orang bisa seakan – akan menjadi fotografer profesional hanya dengan modal sebuat smartphone di tangan yang telah dipasangi aplikasi edit fotografi beserta media sosial yang mendukung media gambar. Harga dari perangkat teknologi tersebut pun, walaupun relatif mahal, namun bisa dijangkau oleh hampir semua kalangan, sehingga sekarang semua orang tidak memiliki alasan untuk menjauhkan diri dari teknologi. Suatu kemajuan dalam suatu bidang akan dibarengi dengan kemunduran dari hal yang lain, dan sepertinya hal tersebut tidak dapat diingkari oleh peradaban manusia yang telah memperoleh kemajuan teknologi. Gadget, media sosial, dan internet telah membuat hampir semua bidang pekerjaan manusia menjadi instan, tidak memerlukan proses yang rumit dan banyak berpikir seperti pada masa lalu. Aplikasi teknologi informasi yang cepat berubah namun tidak dibarengi dengan karakter manusia yang pada dasarnya tidak akan pernah berubah, memunculkan perubahan adat dan budaya manusia pada umumnya, yang tampak dalam perilaku manusia sekarang, hanya menyukai hasil namun kurang menghargai proses. Yang seringkali diingkari oleh banyak manusia namun realitanya terjadi pada saat ini adalah perubahan hubungan antara manusia dengan teknologi itu sendiri. Jika dahulu teknologi dipengaruhi oleh kebutuhan manusia, yang terjadi saat ini adalah manusia yang sangat bergantung kepada teknologi. Teknologilah yang sekarang menentukan sejarah masa depan manusia, bahkan mengubah peradaban manusia itu sendiri. Apapun yang dikaryakan oleh manusia masa kini seakan menjadi tidak eksis jika tidak dipublikasikan di media sosial, bahkan tidak sedikit manusia yang menganggap smartphone lebih penting dibandingkan dompet berisi kartu identitas dan uang di genggamannya. Manusia di era revolusi teknologi informasi, adalah organisme hidup yang menjadikan teknologi sebagai Tuhan – nya, bahkan sebuah merek dari gadget dan browser internet bisa menjadi agama baru bagi manusia yang mempercayai kualitas dan inovasi dari merek tersebut. Bukankah itu adalah hal yang ironis, ketika posisi yang membuat dan yang dibuat menjadi terbalik. Maka, kisah science fiction tentang robot yang berbalik melawan manusia menjadi realitas dengan teknologi informasi yang berperan sebagaimana layaknya robot dalam cerita. Teknologi informasi yang sudah mencapai fase revolusi terbaiknya pada saat ini memang sudah tidak bisa dihindari apalagi di – eleminasi dari peradaban manusia di zaman sekarang. Manusia sudah terlanjur membiarkan teknologi informasi berkembang secara liar, sementara manusia itu sendiri pada dasarnya tidak pernah berubah. Naluri untuk menjadi baik atau buruk dalam setiap diri manusia akan tetap selalu ada, dan teknologi informasi pula yang turut mengarahkan pribadi setiap manusia untuk menjadi baik atau buruk dengan wujud teknologi informasi yang mereka kuasai. Tidak perlu berusaha untuk menghentikan kemajuan teknologi informasi untuk mengembalikan kemanusiaan dalam diri manusia, mungkin kita cukup memulainya dari sebuah niat kecil : Maukah kita mendiskoneksikan diri dari jaringan internet untuk beberapa saat dengan mematikan gadget apapun yang kita pegang saat ini, untuk mencoba menemukan kembali bagaimana seharusnya manusia menggunakan hidup dengan sebaik – baiknya? CategoriesManusia itu hidup dengan khitah diciptakan berpasang – pasangan, dan realitanya memang demikian. Tidak ada seorang manusia pun yang dapat tumbuh berkembang tanpa didampingi oleh seseorang yang baginya istimewa. Manusia tidak dapat mengingkari satu khitahnya yang ini, apabila ia ingin menjalani hidup sewajarnya sebagai manusia dan tidak ingin mengakhiri hidupnya dalam keadaan sendiri. Kultur masyarakat di zaman dahulu maupun sekarang, sesungguhnya tidak pernah berubah. Mencintai seseorang dari lawan jenis harus diwujudkan dalam sebuah momen yang disebut pernikahan. Tanpa dieksekusi dengan pernikahan, sebuah hubungan cinta tidak akan memiliki arti di mata masyarakat. Tidak ada yang salah dari kultur tersebut, karena rasa cinta sendiri hanyalah bagian kecil dari proses yang dijalani manusia untuk bereproduksi dan mempertahankan eksistensi manusia di bumi yang hanya ada satu ini. Kalau saja sebuah hubungan cinta antar manusia sesederhana hubungan seksual organisme lain yang ada di bumi, tentu tidak ada masalah yang akan terjadi dalam peradaban manusia. Namun sayangnya, hubungan cinta yang dialami manusia tidaklah sesederhana itu, karena rasa cinta yang ada dalam manusia berbeda dengan rasa cinta yang dimiliki makhluk hidup lain. Jika makhluk hidup lain memiliki rasa cinta hanya karena semata untuk memenuhi hasrat seksual dan kemudian melakukan reproduksi untuk mempertahankan spesiesnya, rasa cinta yang dimiliki manusia itu jauh lebih rumit. Rasa itu tidak semata – mata lahir hanya untuk memenuhi hasrat seksual. Cinta manusia tumbuh karena adanya ego dalam diri manusia. Cinta yang dimiliki seorang manusia bisa jadi merupakan perwujudan hasrat manusia yang lain : Kekuatan, kemakmuran, kekuasaan, kecerdasan, kebaikan atau kejahatan. Benar tidaknya alasan seorang manusia mencintai manusia yang lain, mungkin nilainya relatif. Tapi bukan nilai benar atau salahnya alasan seseorang mencintai seorang lawan jenisnya yang dikemukakan di secarik tulisan ini, melainkan apa alasan kita sendiri dalam hal mencintai seseorang. Seseorang yang membuat kita menjadi terobsesi untuk memilikinya. Bagaimana cara kita memperoleh cinta, itulah hal yang seringkali diabaikan oleh manusia untuk memiliki seseorang yang katanya, menjadi alasannya terobsesi oleh perasaan cinta. Tidaklah salah apabila manusia memilih alasan untuk mencintai seseorang dengan sungguh -sungguh, kemudian menjadikannya sebagai dasar untuk melanggengkan hubungan dengan orang yang ia cintai melalui pernikahan. Pernikahan adalah fitrah bagi semua manusia, tidak ada satu pun ajaran ilmu pengetahuan, moral, agama, budaya, dan adat istiadat yang melarang terjadinya pernikahan. Justru sebaliknya, pernikahan menjadi sebuah keharusan dalam setiap aturan dari sudut pandang ilmu, budaya dan agama apabila sepasang manusia yang berbeda gender tersebut sudah dipandang mampu untuk menikah. Sayangnya, di dalam masyarakat yang terlalu mengagungkan pernikahan sebagai sesuatu yang sakral dalam proses kehidupan manusia, seringkali proses terjadinya rasa cinta antar manusia menjadi sesuatu yang dikesampingkan, tidak dilihat alurnya. Asalkan seorang pria dan seorang wanita memutuskan untuk melanjutkan hubungan istimewanya dan keluarga dari pasangan tersebut sepakat untuk menikahkan anaknya, maka pernikahan pun dilangsungkan dengan selebrasi yang seringkali diadakan meriah namun seakan kurang bermakna. Asalkan hubungan keduanya diakui oleh masyarakat di sekitar pasangan tersebut berada, maka sudah sewajibnya pernikahan dilaksanakan. Begitu saja. Kalau benar begitu, sayang sekali, padahal seharusnya hubungan kasih dan cinta antara pria dan wanita bermakna lebih dari itu. Rasa cinta itu, mungkin memang bisa lahir begitu saja pada diri seseorang, namun seperti halnya sesuatu yang cepat datang maka kemungkinannya cepat menghilang pun besar, rasa cinta yang muncul seharusnya bisa dijaga dan dikembangkan dalam diri seseorang dengan sebaik – baiknya. Sebelum rasa cinta itu meredup seperti cahaya kembang api yang lekas menghilang setelah bersinar di tengah kegelapan langit, manusia yang sedang naik hasrat cintanya perlu tetap menjaga rasionalitasnya. Ia memang perlu mendekati dan mengenal sedalam mungkin seseorang yang ia cintai, namun penting juga untuk tetap menjaga jarak dengannya, karena sesungguhnya pada saat ini ia masih berada pada posisi ketidakpastian hubungan antara dirinya sendiri dengan seseorang yang dikasihinya. Sambil pelan – pelan memahami karakter aslinya, latar belakangnya, masa depan seperti apa yang dicita – citakan, dan apapun yang ada dan dimiliki oleh seseorang yang berpotensi menjadi pasangan hidupnya itu, manusia akan mengalami proses untuk mencintai lebih dalam pada pasangannya, dan yang tidak akan mungkin luput darinya adalah belajar mensyukuri segala kelebihan yang dimiliki pasangannya serta belajar menerima kekurangannya. Dan kemudian, rasa mencintai ada pada masing – masing pasangan akan bereaksi sesuai dengan respon yang diterima dan bagaimana kepribadian masing – masing menentukan respon balik dari mereka, dan pada akhirnya membawa mereka untuk menentukan hasil akhir dari hubungan mereka : Cukup menjadi sepasang manusia yang pernah saling mengenal satu sama lain, terlepas dari bagaimana mereka mengakhiri proses mencintainya dengan perpisahan yang baik – baik atau menyakitkan hati satu sama lain, atau menjadi sepasang manusia yang melanjutkan hubungan istimewanya ke jenjang yang sakral dan diakui masyarakat. Itu saja. Dalam beberapa kasus hubungan cinta yang telah dilanggengkan melalui pernikahan, ada beberapa pasangan yang melalui proses memelihara pernikahannya dengan tidak mulus, bahkan sebagian lagi berakhir dengan perceraian atau diakhirnya hubungan pernikahan antara mereka, yang tentu saja terasa sangat tidak menyenangkan. Dari kasus perceraian tersebut, mungkin sebagian diantaranya akibat dari proses mencintai yang amat terburu – buru, tanpa memberikan atensi yang cukup terhadap perbedaan karakter pasangan yang akan dinikahi pada fase hubungan pra – pernikahan, sehingga ketika hubungan cinta yang dibangun tanpa dasar saling memahami satu sama lain yang kuat itu kehilangan reaksi intimnya, manusia akan terjebak dalam keputusasaan dan muncul keinginan untuk mengakhiri hubungan cinta yang terlanjur dibangunnya itu. Di sebagian kasus pernikahan yang tidak berjalan dengan harmonis, adat dan tradisi masyarakat yang keras seperti mengharamkan terjadinya perceraian membuat hubungan cinta menjadi hambar, dan pernikahan terkesan menjadi sesuatu yang dijalani karena mandat dari orang lain semata, bukan karena ketulusan antara pria dan wanita yang sejati. Sayang sekali, apabila manusia hidup tanpa memiliki rasa gairah, semangat, itikad dan ketulusan dari sesuatu yang telah ia pilih dan jalankan, termasuk dalam hal pernikahan. Cinta itu menarik, sakral, menguji kekekalan, dan memiliki unsur ajaibnya sendiri. Hubungan cinta yang dilanggengkan dengan pernikahan, mestinya cukup dilalui sekali oleh manusia dimanapun dan kapanpun. Menjalani proses mencintai, semoga menjadi sesuatu yang tidak pernah diabaikan oleh kita, yang pada hari sedang dalam perjalanan mencari dan menemukan seseorang yang istimewa untuk kita sendiri. CategoriesAda masa dimana kita berada di kantor ini, masih seperti anak kecil nan polos yang baru pertama kali masuk sekolah. Bayangan akan masa depan yang cerah nan gemilang, mimpi – mimpi yang kita gantungkan setinggi langit, idealisme dalam memegang nilai dan visi perusahaan sebaik – baiknya, dan menjalin hubungan baik dengan semua orang agar pekerjaan kita masing – masing berjalan sebagaimana mestinya. Pendek kita, kita masih berpikiran sama bahwa kita bisa maju bersama – sama. Benar, sekali lagi, persis seperti anak kecil yang baru memasuki tahun pertamanya di sekolah, bermimpi bahwa sekolah adalah tempat yang memberinya kesempatan bermain, belajar tentang banyak hal di dunia, dan tentu saja mendapatkan teman. Masih ingatkah kamu, bahwa pada masa itu kita bisa berbagi cerita tentang hal – hal di luar pekerjaan pada jam istirahat, ada saat kita saling mentraktir makan siang meski aku hampir selalu berada pada posisi yang mentraktir, ada saat kita bersikap serius dalam koordinasi kerja di jam bekerja, dan bahkan ada saat kita pulang kantor bersama secara direncanakan atau tidak. Tidak peduli seberapapun banyak beban kerja dari atasan menunggu untuk kita selesaikan, semuanya terasa ringan ketika kamu ada bersamaku, kita saling memberi semangat untuk bertahan dan berkembang dalam kerasnya kehidupan sebagai pekerja di Ibukota. Waktu terus berjalan, detik – detik membawa kita pada periode yang baru tanpa henti, dan tanpa kita sadari, kita sudah berada pada tahun kesekian kita bekerja di perusahaan ini. Hari ini, keadaan di antara aku dan kamu sudah berubah. Semua kebersamaan dan kesenangan yang kita lalui di masa itu, tinggal ukiran sejarah dalam catatan perjalanan hidup kita masing – masing. Memang tidak semua dari apa yang kita dambakan di masa lalu (yang belum lama berlalu) itu hilang. Masih ada yang tersisa. Tahukah kamu, apakah yang tersisa dari kita saat ini? Mimpi tentang kenaikan jenjang karir sebagaimana yang digambarkan oleh motivator – motivator di seminar tentang apa yang mereka sebut sebagai “kesuksesan,” mungkin itu yang masih ada dalam diri kita (dan bisa jadi semakin berkembang dalam diri kita masing – masing), namun mimpi itu hanya untuk kita sendiri, bukan untuk kita. Bagaimanapun juga, di tempat kita bekerja saat ini, kita berada pada unit kerja yang berbeda, dengan membawa misi dan kepentingan yang berbeda juga meski katanya untuk satu visi dan misi perusahaan bersama. Kini, tak ada lagi rasa saling percaya dan saling mendukung untuk berhasil bersama di jenjang karir, persis dengan semakin lunturnya nilai persatuan antar pekerja di sebuah kantor ketika ego sektoral kian menguat akibat salah kepemimpinan atau budaya kita yang memang kurang menghargai pentingnya menjaga nilai dan visi perusahaan. Tidak pernah terbayangkan bahwa relasi baik yang telah lama kita ciptakan dulu, kini membawa masalah hingga membuat kita sama – sama enggan untuk mengucapkan kata untuk koordinasi pekerjaan sekalipun. Tanpa kita akui sendiri, kini aku dan kamu sedang saling membunuh demi mempertahankan nama baik, reputasi, dan jenjang karir kita masing – masing. Tanpa ada seutas kata keluar dari mulutmu, aku sudah memahami bahwa kamu tidak mempercayai lagi aku, begitu juga sebaliknya. Bukan lagi aku dan kamu yang saling mengisi dan berbagi perbedaan satu sama lain sambil menyemangati di tempat kerja, kita yang sekarang tidak ada bedanya dengan dua prajurit dari dua pihak berlawanan. Kalaupun aku dan kamu tidak terjebak dalam ego sektoral antar atasan yang membuat ikatan hati kita terputus, tim pengawas dan pembina perusahaan yang memegang kuasa atas kode etik pegawai akan bertindak sebagai delegasi yang menentukan karir kita disini. Apakah aku, atau kamu, yang harus mengorbankan karir demi mempertahankan seutas ikatan batin yang menghubungkan hati kita berdua. Kita berdua bukan anak bos, dengan demikian aku ataupun kamu tidak memiliki pengaruh untuk melawan hukum perusahaan ini. Seandainya tempat kita bekerja ini tidak mengharamkan insannya untuk menikah satu sama lain, kita disini tidak bekerja hanya berdua. Di kantor ini, ada banyak manusia yang menjadi rekan kerja kita, dengan kepribadian mereka yang tidak identik satu sama lain. Keberagaman karakter mereka, pastilah diantaranya ada yang memiliki itikad tidak baik untuk menghembuskan isu yang tidak benar tentang kita. Mungkin tanpa kita sadari, ada satu – dua orang rekan kerja kita yang menyimpan rasa benci secara pribadi, kemudian memanfaatkan hubungan kita untuk menyebarkan fitnah kepada rekan kita yang lain, yang tujuan akhirnya tidak lain adalah untuk mengakhiri reputasi aku, kamu, atau kita berdua. Ada perusahaan yang tidak melarang pernikahan antar pegawai, dan jika kita bisa mengelola ikatan batin di antara kita dengan baik maka hubungan yang telah kita bangun tidak akan mengganggu profesionalisme kita. Namun sayangnya, tidak ada satu pun entitas usaha di dunia ini yang bebas dari pekerja yang berkarakter buruk. Akan selalu ada manusia semacam itu, dan itulah bahaya yang niscaya mengintai kita, jika kita membangun hubungan kasih sayang di tempat kerja yang sama – sama kita cintai ini. Andai dulu aku tahu bahwa seharusnya aku tidak menerimamu, dan engkau bisa memahami bahwa sebaiknya enggak tidak mendekatiku untuk menjadikan aku lebih dari sekedar rekan kerjamu. Apa yang kuceritakan di atas, bukanlah pengalaman nyata tentang kehidupan kantor antara aku dan kamu. Hanya imajinasiku seandainya aku serius mendekatimu dan kita saling memelihara rasa cinta di kantor yang sama. Jangan sakit hati, ini adalah idealisme yang kuyakini dan kupatuhi dengan teguh, agar tidak ada satu pun di antara kita yang terluka oleh kemungkinan konflik pribadi yang tidak perlu ada itu. Aku percaya dengan sepenuh iman, bahwa kamu pasti bisa menemukan seseorang yang mengisi hatimu di luar kantor tempat kita mencari nasi atau roti untuk mengisi perut ini, begitu juga pada diriku sendiri. Categories |
Aditya RenaldiKolom tempat saya bercerita, mendongeng, berbagi. Tempat kita saling mengenal dan berkomunikasi. Archives
January 2025
Categories |